Sains dan fakta dibalik kekuatan Storytelling
Siapa yang tidak terpikat dengan sebuah cerita yang menggugah, yang bisa membawa kita masuk kedalam perjalanan seru, merasakan sensasi baru, dan memberi kita pengalaman yang lain dari yang kita punya. Cerita bisa adir dalam berbagai bentuknya seperti buku, podcast, film hingga dongeng sebelum tidur.
Storytelling yang baik mengandung seni didalam penyampainnya, ada kenangan, pengalaman dan imanjinasi yang terbangun saat kita mendengarkannya. Good storytelling memiliki kekuatan yang bisa mengubah, membangun semangat, menghadirkan daya pengaruh hingga bisa menginspirasi audiens nya untuk melakukan sesuatu.
Itulah mengapa kami menyarankan setiap organisasi membangun budaya “bercerita” dan menempatkan storytelling sebagai inti dari komunikasi dalam setiap program pembelajaran.
SISI PSIKOLOGI DARI SEBUAH CERITA
Secara alami, otak manusia diprogram untuk mengenali pola-pola data (bentuk huruf, angka, wajah manusia, tangga nada dll). Kemudian otak kita mengubahnya menjadi informasi yang memiliki makna. Seperti mengenali kumpulan nada menjadi lagu, bentuk hidung, mata, bibir, pipi dan alis menjadi wajah teman kita dan mengenali mana angka satuan, ratusan, ribuan dan seterusnya.
Begitu juga dengan cerita sebagai sebuah pola informasi yang dapat dikenal oleh otak manusia. Dan kebanyakan manusia menggunakannya untuk menemukan makna dari semua yang terjadi di sekitar kita. Dari cerita kita melihat diri kita ada didalamnya, merasa ikut berperan dan merasakan, karenanya bahkan menjadikan cerita lebih bersifat personal.
Coba kita lihat gambar dibawah ini :
Kemanakah arah kucing itu berjalan? Menaiki tangga atau menuruni tangga? Setiap orang punya cerita berbeda-beda, bétulas? Nah itulah bukti bahwa sebuah data visual berupa gambar akan mengahdirkan informasi yang bersifat personal. Secara alami akan membawa otak kita merangkai seluruh peristiwa yang terjadi hanya dari satu gambar kucing di atas. Bukankah rangkaian seluruh peristiwa itu adalah cerita?
Belum lagi jika kita melihat gambar berikut yang sudah banyak ditemui di dunia maya. Cerita yang lahir dari gambar di bawah akan sangat beragam dan berbeda-beda.
Atau mungkin kita pernah melihat bentuk awan yang menyerupai sesuatu, permukaan bulan yang tergambar wajah manusia, dan lain sebagainya. Dalam dunia psikologi disebut dengen apreidolia, yaitu persepsi imajiner tentang suatu pola atau makna yang sebenarnya tidak ada. Seperti kita lihat wajah orang tua yang meletakkan tangannya di dada pada gambar di atas.
CERITA BISA MENCIPTAKAN PENGALAMAN SENSORIK.
Entah kita baru pertama kali mendengarkan cerita tersebut, atau kita sudah pernah mendengarkan sebelumnya. Sebuah cerita pasti menimbulkan sensasi pada setiap alat penginderaan kita.
Coba kita ingat lagi cerita tentang si kancil dan petani. Maka otak kita akan secara otomatis menayangkan visualisasinya, membunyikan bagaimana suara kancil , dengan semua dialognya membawa kita merasa dan ikut dalam cerita.
Cerita itu sangat dekat dan sering sangat berharga dalam keseharian kita. Semua jenis komunikasi yang kita bangun dengan lawan bicara pasti mengandung cerita didalamnya.
Bahkan kita tidak membutuhkan teknologi VR (Virtual Reality). Karena otak kita akan memproduksi ceritanya sendiri.
Kita juga tentu pernah mendengarkan paparan presentasi yang cenderung hanya membaca ulang apa yang ada di powerpoint. Tidak ada interaksi, tidak ada “kita” didalamnya. Maka otak kita mengaktifkan Wernicke area, berada pada Lobus Temporal sebagai salah satu area pada otak yang berfungsi memahami kata-kata. Tapi pemahaman yang berdiri sendiri, terpisah dan berfungsi sebagai data saja yang belum memiliki arti.
Berbeda saat kita mendengarkan cerita, maka tidak hanya Wernicke Area yang aktif, tapi juga Lobus frontal (bagian depan) yang mengendalikan gerakan, ucapan, perilaku, memori, emosi, dan kepribadian. Bagian otak ini juga berperan dalam fungsi intelektual, seperti proses berpikir, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan.
CERITA BISA MEMBANGUN CARA BERPIKIR
Saat kita mendengarkan cerita yang menggugah, maka otak kita terus berproses menghasilkan berbagai pemikiran, argumen, opini, gagasan yang diselaraskan dengan cerita yang kita dengarkan. Kita ikut di dalamnya. Disini terjadi proses sinkronisasi antara pembawa cerita dan kita pendengarnya.
Dengan storytelling, kita bisa menstimulus ide, menumbuhkan pemikiran baru hingga membangun emosi. Lebih jauh bisa mempengaruhi terbentuknya perilaku-perilaku baru dari pendengarnya.
— -
Dari paparan diatas, maka kita bisa simpulkan bahwa Storytelling bisa kita gunakan dalam berbagai ranah mulai dari hiburan hingga penerapannya dalam ranah korporasi dan profesional. Bisa kita terapkan dalam bidang penjualan, komunikasi perusahaan, pelatihan dan pengembangn SDM, mengelola Perubahan, dan lain sebagainya.
Kita bahas di artikel selanjutnya mengenai fungsi dari Story telling mulai dari Experiential, Explanatory, Validating, Prescriptive dan penerapannya pada organisasi modern.
Sampai jumpa.