Masalah Contact Center di Indonesia dan solusinya.
Kendala-kendala di bawah ini sebenarnya banyak berulang dari bulan ke bulan bagi para pengelola Contact Center. Dari beberapa orang yang saya temui mulai dari staff hingga head of division sedikit banyak berbicara hal yang relatif sama. Tapi bukan karena dia berulang hingga sangat mudah menemukan jalan keluarnya, terkadang juga ada beberapa kondisi yang mejadikan ini lebih punya tantangan untuk mensolusikannya.
Baik kita akan kupas 7 teratas yang menjadi MASALAH terbesar CONTACT CENTER yang biasa terjadi dan SOLUSINYA.
- Tingkat KETIDAKHADIRAN yang tinggi
Banyak contact center yang masih kesulitan mempertahankan target kehadiran di layanannya masing-masing. Hingga dampaknya adalah Waiting Time meningkat yang menjadi salah satu faktor ketidakpuasan pelanggan dalam menghubungi contact center. Terlebih lagi tidak semua perusahaan mempunyai “roster” atau staff khusus yang mampu menganalisa Customer Contact seperti Call In, Customer Visit atau Customer Interaction di Social Media. Jika perhitungan ini benar pun target KPI Contact Center masih harus berhadapan dengan masalah kehadiran.
Solusinya :
Lakukan penelusuran terhadap data kehadiran, bisa per tahun, per bulan, hingga per minggu. Setelah itu rekap penurunan kehadiran yang dipengaruhi oleh musim-musim tertentu. Misalkan musim Piala Dunia, musim liburan, musim hujan, musim pernerimaan CPNS dan lain-lain. Setelah kita mendapaatkna tren dan polanya baru kemudian kita bisa membuat agenda untuk membicarakan ini kepada semua karyawan. Bagaimana dampak ketidakhadiran yang tinggi akan berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis saat ini.
Berikutnya bangun kebijakan pengelolaan kehadiran dengan reward dan konsekuensi yang akan didapat. Karena sering terjadi ketidakhadiran dikarenakan beberapa orang yang sama. Bangun kesadaran jika ketidakhadiran berulang akan mendatangkan konsekuensi peringatan lisan maupun tertulis.
2. TURN OVER tinggi
Sudah menjadi rahasia umum jika pekerjaan sebagai karyawan Contact Center adalah pekerjaan yang sangat menantang, hingga banyak orang yang tidak bertahan lama kecuali orang-orang spesial. Ada yang bertahan hanya seminggu bahakn hanya 2–3 hari saja.
Banyak faktor yang membuat turn over sangat tinggi, diantaranya sistem kerja yang sangat ketat hingga jam istirahat diatur hingga hitungan menit saja dan di jam tertentu pula. Belum lagi dengan mental yang harus siap menerima segala keluhan, permintaan, informasi yang tiada henti, ditambah lagi banyak staff yang bergabung adalah fresh graduate yang minim pengalaman sampai banyak dari mereka “shock” ketika bersentuhan langsung dengan sistem kerja Contact Center. Siklus turn over ini berulang sampai lowongan pekerjaan posisi ini selalu ada. Ya tapi kembali lagi dengan siklusnya
Turn Over tinggi -> lowongan selalu buka -> masuk fresh graduate -> shock -> keluar kerja — Turn Over tinggi
Terus berlangsung seperti itu hingga Contact Center akan menyisakan karyawan-karyawan “spesial”.
Solusinya :
Dimulai dari proses rekrutmen yang harus sangat jeli memilah dan memilih mana calon karyawan yang sangat membutuhkan mana karyawan yang cuma butuh pengalaman. Dua kategori ini akan sangat menentukan ketahanan pada segala kebijakan yang ada di Contact Center. Gambarkan secara jujur dan terbuka kepada karyawan tentang talent map dan jenjang karir, apakha ada jalurnya atau tidak. Karena ini yang juga mempengaruhi motivasi dak kegigihan kerjanya.
Nah pertanyaan uniknya, bagaimana jika kerjasamanya bersifat Outsource yang tidak mempunyai jenjang karir dan terbatas waktu tertentu. Jawabannya adalah biarkan calon karyawan tahu jika ini adalah The Right Place to get Empowerment
3. Staff ENGAGEMENT
Hal diatas sangat terkait dengan tingkat turnover, dimana kurangnya staff “engaged” dengan pekerjaannya akan mengakibatkan motivasi kerja berkurang dan akhirnya menjadi faktor utama dia keluar dari pekerjaan.
Solusinya
Buat tag line The Right Place to get Empowerment ini sebagai misi utama bagi management, hingga ini menjadi salah satu tools yang membantu staff merasa lebih bernilai dan dihargai di tempat kerja walau mungkin tidak ada jenjang karir di dalamnya.
Membangun culture agent menempati posisi expertise nya, misal agent yang berminat di bidang digital melayanai pelanggan digital, yang lebih senang berbicara ditempatkan di Call Center, yang lebih senang bertemu dengan orang baru ditempatkan di walk in service dan yang senang dengan social media di tempatka di socmed agent
Satu lagi adalah penggunaan teknologi yang mengatur pelanggan bisa ter’routing” ke beberapa agent khusus yang sesuai keahlian dan minatnya.
Yang terakhir tentu saja penawaran dan penambhan insentif tambahan
4. Tidak ada JENJANG KARIR
Di Indonesia layanan Contact Center ini di dominasi pengelolaannya dengan sistem outsource, dimana seperti kita tahu staff hanya di kontrak untuk jangka waktu tertentu sehingga “career path” cenderung agak sulit di dapat.
Solusinya :
Pertama selalu landasi dengan kejujuran dan terbuka dari awal tentang kemungkinan dan peluang untuk naik ke jenjang berikutnya, jika ada segera digambarkan , jika tidak segera diatur “ person expectation” nya. Walaupun memang sangat kecil kemungkinannya usahakan tidak terlalu memberikan angin surga sehingga suatu saat akan menjadi faktor utama staff keluar pekerjaan.
Hindarkan semua “hidden agenda” yang membuat staff merasa dimanfaatkan saja , diperdaya bukan diberdayakan.
Kedua challenge staff dengan project dan tanggung jawab baru, untuk membangun kapasitas masa depannya.
5. RENDAHNYA TINGKAT KEPUASAN atas solusi yang diberikan
Isu utamanya adalah adanya ketidaksamaan informasi dan perlakuan terhadap pelanggan pada saat pelanggan pertama kali menghubungi contact center di berbagi channelnya. Walaupun kita mengenal adanya segmentasi pelanggan dari reguler hingga priority tapi basic standart service wajib terdeliver kepada siapapun.
Solusinya :
Lakukan root cause analysis sampai kita tahu kenapa pelanggan menghubungi atau berkunjung. Nantinya akan didapat the most case and problem, buat rekapannya nya top ten big customer needs dan but souls standarnya
Langkah berikutnya membuat knowledge management / solution management dari berbagai kebutuhannya pelanggan. Didalamnya bisa mencakup respon, solusi, informasi standar dll.
Ke depan staff meyakini, tidak mengapa solution knowledge seadanya, lebih penting solusi ada dimana ( letak di knowledge management )
6. KETIDAKMAMPUAN staff meningkatkan performansi
Beberapa indikator keberhasilan Contact Center seperti
Average Speed Answer untuk Call Center
Average Accepted Call
Average Handling Time
Average Serving Time ( Walk In )
Average Waiting Time
Customer Satisfaction Survey
Ukuran diatas biasanya menjadi KPI perorangan dan organisasi dan dinilai dengan angka, tantangannya bagaimana angka tercapai kualitas tidak terabai
Solusinya :
Management harus lebih fokus ke customer dahulu dibanding angka-angka diatas. Fokus di Customer metrics dibanding KPI. Hingga staff memahami action harian dan kebijakan lapangan yang realistis dan mudah dipahami. Matriks dibuat untuk mempermudah KPI dicapai dengan scope dan pemahaman staff dan membiasakan staff merasakan apa pentingnya ini buat saya
7. PELANGGAN KABUR
Seperti halnya Employee Turn Over , Pelanggan Kabur atau malas menghubungi kita jadi tantangan yang lebih besar. Bayangkan sebesar apapun Contact Center sebanyak apapun Channelnya ( socmed, kantor pelayanan, email, aplikasi dll dll, bahkan se Integrated apapun seperti omnichannel, jika pelanggannya kabur dan terus berkurang semua 6 kendala diatas jadi tidak ada artinya.
Untuk pengelola outsource wajib menganggap customernya klien customer kita juga
Bagi Staffnya produk dan service klien yang produk dia juga
Bagi perusahaan yang mengelola langsung customernya apalagi
Solusinya :
Rumuskan kebijakan dan program untuk membuat pelanggan setia ( Customer Retention Policy), buat ini hingga detil cara agent berinteraksi dan melayani.
Bagi perusahaan outsource tantangannya ada dua membuat klien setia dan customernya klien setia. Membutuhkan dua treatment yang berbeda.
Berikan program yang memanjakan pelanggan hingga mereka merasa jika bukan dengan kita mau ke siapa lagi