Hack the Generation Gap
“Anak baru gimana ini?? belom ngerti kebiasaan perusahaan kita dari dulu”
“Aduh si Ibu ini senioritas banget, gak bisa terima masukan dari kita..”
“Ah si Bapak ini mah jadul, masa cloud aja harus diajarin dulu”
“Anak muda mah bisanya cuma cepet-cepet aja, kurang pertimbangan..”
Mungkin kita sering denger ujaran-ujaran diatas di tempat kerja. Mau diucapkan karyawan senior atau junior. Sama-sama punya pertimbangan dalam melakukan pekerjaan.
Punya tim dengan berbagai latar belakang yang beragam dari mulai keahlian, pendidikan, kemampuan, bahkan perbedaan usia sering menjadi modal bagus untuk mendongkrak performansi perusahaan. Tapi tidak jarang juga terjadi gesekan karena perbedaan pandangan, karakter dan kebiasaan.
Bagaimana caranya kita mengatasi kesenjangan yang terjadi khususnya karena perbedaan generasi. Awalnya karena perbedaan generasi tapi turunannya ada perbedaan persepsi, habit, metode kerja, penguasaan teknologi, cara penyampaian, cara implementasi dll.
Setiap perbedaan umumnya menciptakan jarak atau sering kita sebut dengan gap/kesenjangan. Tugas kita adalah memperkecil jarak tersebut dengan cara saling meraih, merangkul dan menjangkau agar perbedaan tidak semakin parah.
Langsung saja ya kita ulas satu persatu langkahnya. Perkenalkan saya menyebutnya dengan metode R.E.A.C.H (Respect, Empathy, Alignment, Clear Communication, Higher love & value)
- Respect
Aristotle Project, sebuah riset dilakukan Google untuk meneliti faktor apa saja yang wajib dimiliki tim agar menghasilkan kinerja terbaik.
Tahap awal tim dibentuk dari anggota yang masing-masing memiliki keahlian terbaik dibidangnya. Hasilnya diluar dugaan, walaupun beranggotakan orang-orang paling pintar tapi tidak menghasilkan kinerja maksimal.
Tahap berikutnya diasumsikan bahwa tim harus berisi orang-orang dengan karakter yang berbeda agar bisa saling melengkapi. Dilakukan assesment untuk menentukan siapa saja yang jadi anggota. Contoh jika kita menggunakan DISC profiling maka dicari orang dengan karakter dominant, influence, Steady hingga Compliance. Hasilnya ?? tetap sama belum juga maksimal.
Kemudian dilanjut dengan anggapan tim harus terdiri dari orang-orang yang punya chemistry kuat sejak lama, bonding dan kekompakan teruji. Hasilnya tetap kurang maksimal.
Setelah diteliti ternyata kunci tim mempunyai kinerja terbaik adalah adanya Psychological Safety, dimana setiap orang merasa dihargai dan diberi porsi yang adil dalam berkontribusi/menyuarakan pendapatnya. Hingga jika kita terjemahkan bentuknya adalah adanya Respect terhadap semua perbedaan.
2. Empathy.
Satu prinsip yang harus dibangun adalah utamakan Eco not Ego. Membangun budaya saling bukan merasa paling. Ini artinya tujuan besarnya adalah saling melengkapi bukan ingin melangkahi. Semua pihak punya kekurangan dan kelebihan dari manapaun asala generasinya. Butuh Emphaty untuk memahami kekurangan dan merayakan kelebihan orang lain.
Eco yang harus dibangun, bukan Ego yang dikedepankan, dengan empati kita membangun pekerjaan yang saling menunjang yang berujung pada menguatnya kolaborasi.
3. Align on similarities.
Sering mendengar kata kebersamaan menjadi kunci mengatasi kesenjangan. Kita lihat lagi susunan katanya ke-ber-sama-an ada kata sama didalamnya. Dimana ke-samaan- ini yang harus kita fokuskan. Focus on similarities untuk kemudian saling menyelaraskan. Kembali ua langkah awal Respect dan Empathy sebagai dasarnya.
Apa yang harus disamakan? secara teknis mungkin sulit untuk menyamakan apalagi tiap generasi punya perbedaan teknologi. Yang paling tepat adalah memfokuskan pada kesamaan yang lebih tinggi lagi dari sekedar praktis seperti kesamaan nilai-nilai hidup dalam Core Values, Kesamaan tujuan membangun perusahaan, kesamaan pemahaman bahwa semua orang punya masing-masing karakter & keahlian.
4. Clean & Clear Communication.
Masih ingat dengan Aristotle Project punya Google tagi? Sip..langkah kedua selain respect adalah setiap orang punya jatah “bersuara” yang sama. Tidak melihat level pangkat dan bagian. Semua orang berhak menyampaikan pendapatnya demi kebaikan bersama.
Initinya ada pada Komunikasi yang menjadi Koentji, Ya memang benar adanya. Komunikasi itu ibarat peredaran darah yang sehat, membawa pesan manfaat menjangkau setiap bagian tubuh yang secara merata.
Komunikasi yang transparan dan terbuka menjadi jalan kita bisa saling memahami antar generasi. Bisa dibuat misalkan forum cross generation terjadwal untuk membangun kecerdasan kolektif dari tiap generasi. Diberi porsi yang sama untuk bersuara dan berkontribusi. Tidak ada yang merasa “paling” disini, mulai dari level terbawah hingga teratas.
5. Higher love and value
Ini nih…kunci dari segala kunci. Kita berikan value jauh lebih baik dari biasanya, kebermanfaatan lebih dari yang seharusnya, bantuan lebih dari yang diminta bahkan dimulai dari pemahaman lebih kepada sesama.
Dasari dengan satu kata yaitu cinta, karena darisana lahir respect, empati, kebersamaan, komunikasi yang berkualitas dan tentunya kolaborasi yang melahirkan kinerja teratas.
Seperti kita lihat dari gambar ilustrasi diatas meski hanya sentuhan tapi menggambarkan sejuta cinta dan kebersamaan.
Well..ada masukkan ?